Di tengah pesatnya perkembangan teknologi dan perubahan pola kerja pasca pandemi, khususnya di Indonesia, konsep Work From Anywhere (WFA) hadir sebagai angin segar bagi para profesional muda. Mulai dari kafe estetik di kota besar, hingga pantai tropis di Bali—bekerja kini tak harus terikat ruang kantor. Tapi, apakah WFA memang solusi ideal untuk pekerja di Indonesia?
Yuk, kita kupas manfaat, tantangan, dan strategi cerdas untuk menyiasati WFA agar produktif dan tetap waras!
Work From Anywhere adalah sistem kerja yang memungkinkan seseorang bekerja dari lokasi manapun selama terhubung dengan internet. Berbeda dengan Work From Home (WFH), WFA tidak membatasi ruang kerja hanya di rumah—melainkan membuka peluang untuk bekerja secara mobile, lebih fleksibel, dan tetap terhubung secara digital.
Kamu bisa bekerja dari mana saja: co-working space, coffee shop, bahkan sambil healing di Ubud. Studi global tahun 2024 menunjukkan bahwa 7 dari 10 profesional muda lebih memilih WFA dibanding sistem kerja konvensional.
Tanpa harus bermacet ria di Jakarta atau antre transportasi umum, kamu bisa menghemat rata-rata 2 jam per hari. Waktu ini bisa kamu alokasikan untuk olahraga, belajar skill baru, atau me time.
Kebebasan mengatur jam kerja memberi kamu ruang untuk menyeimbangkan kehidupan personal dan profesional. Ini bukan soal malas-malasan, tapi soal bekerja lebih manusiawi dan terukur.
Bagi perusahaan, WFA adalah game changer. Biaya sewa kantor, listrik, dan logistik bisa ditekan hingga 30%. Uangnya bisa dialihkan ke pengembangan teknologi atau kesejahteraan karyawan.
Bekerja dari luar kantor sering kali membuat kita terlena. Netflix dan kasur bisa jadi godaan berat. Solusinya? Disiplin waktu dan target kerja harian tetap harus jelas.
Akses internet stabil belum merata di seluruh Indonesia. Buat kamu yang kerja dari luar kota atau daerah rural, penting untuk punya backup koneksi seperti modem atau tethering.
Tanpa rekan kerja di sekeliling, interaksi sosial bisa menurun. Dalam jangka panjang, ini bisa memengaruhi mood dan kolaborasi. Solution? Sesi check-in rutin, online gathering, atau ngantor hybrid bisa jadi jalan tengah.
Bekerja dari berbagai lokasi berisiko terhadap kebocoran data. Perusahaan perlu memastikan keamanan siber melalui VPN, enkripsi, dan pelatihan keamanan digital untuk seluruh tim.
Gunakan tools kolaborasi seperti Slack, Notion, atau Trello. Tambahkan software tracking waktu kerja yang ramah pengguna agar manajemen tetap efisien tanpa terasa invasif.
WFA butuh skill khusus: time management, komunikasi asinkron, dan penguasaan teknologi. Investasi pelatihan digital adalah kunci suksesnya WFA.
Perusahaan perlu memiliki SOP dan aturan kerja jarak jauh yang jelas namun adaptif. Jam kerja fleksibel, kompensasi internet, atau tunjangan coworking bisa jadi motivasi ekstra.
WFA tak selalu berarti 100% remote. Menggabungkannya dengan sistem hybrid (misal: 2 hari ngantor, sisanya remote) bisa menjaga keseimbangan antara fleksibilitas dan koneksi sosial.
Work From Anywhere bukan sekadar tren gaya hidup digital, tapi representasi cara kerja masa depan. Di Indonesia, peluang dan tantangannya berjalan beriringan. Dengan dukungan teknologi, kebijakan adaptif, dan mindset kerja yang matang, WFA bisa jadi solusi produktif yang lebih manusiawi.
Baik kamu pekerja lepas, profesional korporat, maupun pemilik bisnis—WFA adalah sistem kerja yang layak dieksplorasi lebih jauh. Karena bekerja tak harus duduk 9 to 5 di kantor. Yang penting: tetap terhubung, tetap produktif, dan tetap bahagia.
Image Source: Unsplash, Inc.