Pernahkah Anda merasa bahwa anak Anda, entah kenapa, selalu mencari Ibunya ketika sedih, atau hanya mau Ayahnya yang menemani bermain? Atau mungkin Anda adalah Ayah yang merasa "dianaktirikan" karena anak seolah hanya mau menempel pada Ibunya? Perasaan ini bisa jadi bikin cemburu, sedih, atau bahkan memicu konflik antar pasangan. Fenomena ketika anak lebih dekat dengan salah satu orang tua itu sangat umum terjadi, lho. Hampir setiap keluarga mengalaminya. Tapi, apakah ini normal atau justru masalah yang perlu diwaspadai?
Memahami dinamika hubungan anak dengan orang tua itu memang kompleks. Kita pengen anak dekat dengan kita berdua, punya ikatan yang kuat dengan Ayah dan Ibu. Tapi kadang, ada satu sosok yang jadi "favorit" anak. Kuncinya bukan memaksa anak untuk seimbang, melainkan memahami alasan di baliknya, mengenali sinyal yang perlu diwaspadai, dan kemudian mencari solusi terbaik agar anak tetap tumbuh seimbang dan bahagia, serta hubungan keluarga tetap harmonis. Di ardi-media.com, kami yakin banget kalau dengan pemahaman yang tepat, setiap orang tua bisa kok menavigasi situasi ini dengan bijak, tanpa drama, dan tetap membangun ikatan yang kuat dengan buah hati. Yuk, kita bedah tuntas apa yang terjadi saat anak lebih dekat dengan salah satu orang tua dan gimana cara menyikapinya.
Penting banget untuk diingat: itu adalah hal yang normal dan wajar terjadi. Ada banyak alasan mengapa anak menunjukkan kedekatan yang lebih besar dengan salah satu orang tua pada fase tertentu dalam hidup mereka. Ini bukan berarti mereka tidak mencintai orang tua yang lain, atau Anda adalah orang tua yang buruk.
Pengasuh Utama atau Waktu Bersama yang Lebih Banyak:
Seringkali, orang tua yang menghabiskan lebih banyak waktu dengan anak (misal: Ibu yang stay-at-home mom, atau Ayah yang bekerja dari rumah) akan memiliki kedekatan yang lebih besar. Mereka jadi sosok yang paling sering ada saat anak butuh makan, tidur, atau kenyamanan.
Contoh: Ibu yang menyusui bayi, otomatis akan memiliki ikatan fisik dan emosional yang sangat kuat dengan bayi di awal kehidupan.
Ketersediaan Emosional dan Fisik:
Anak cenderung lebih dekat dengan orang tua yang secara konsisten tersedia secara emosional (mendengarkan, memvalidasi perasaan) dan fisik (siap bermain, menemani).
Contoh: Ayah yang selalu siap bermain bola atau membacakan cerita sebelum tidur, meskipun hanya 15 menit, bisa membangun kedekatan yang kuat.
Kecocokan Temperamen atau Kepribadian:
Terkadang, ada kesamaan temperamen atau kepribadian antara anak dan salah satu orang tua yang membuat mereka "nyambung" lebih baik. Anak introvert mungkin lebih nyaman dengan orang tua yang tenang dan pendengar, sementara anak ekstrover mungkin lebih cocok dengan orang tua yang lincah dan suka bermain.
Contoh: Anak yang suka seni mungkin lebih dekat dengan Ibu yang juga seniman, atau anak yang suka petualangan lebih dekat dengan Ayah yang suka hiking.
Minat atau Hobi yang Sama:
Jika anak dan salah satu orang tua punya hobi atau minat yang sama, mereka akan menghabiskan lebih banyak waktu berkualitas bersama untuk melakukan hal itu.
Contoh: Ayah dan anak laki-laki yang sama-sama suka main game atau sepeda, atau Ibu dan anak perempuan yang suka masak atau crafting.
Pola Asuh yang Berbeda:
Jika salah satu orang tua cenderung lebih permisif atau lebih sering "menuruti" keinginan anak, anak mungkin merasa lebih nyaman dan lebih dekat dengannya. Sebaliknya, orang tua yang lebih tegas atau disiplin mungkin dirasa kurang "menyenangkan".
Contoh: Anak yang tahu Ayah lebih sering memberikan gadget, maka akan lebih sering mencari Ayah untuk urusan gadget.
Tahap Perkembangan Anak:
Fase Balita (Toddler): Anak seringkali menempel pada Ibu, terutama jika Ibu adalah pengasuh utama. Ini adalah fase alami di mana anak mencari rasa aman.
Fase Prasekolah/Awal Sekolah: Anak mulai mengeksplorasi dunia luar. Mereka mungkin mencari Ayah yang bisa jadi teman bermain aktif atau yang mendorong kemandirian. Anak laki-laki sering menempel Ayah, anak perempuan menempel Ibu. Ini wajar.
Fase Pubertas/Remaja: Anak mungkin lebih dekat dengan orang tua yang bisa jadi tempat curhat atau yang bisa memahami isu-isu yang sedang mereka hadapi (misal: anak perempuan lebih dekat Ibu untuk masalah pertemanan/remaja, anak laki-laki dengan Ayah untuk masalah identitas).
Satu Orang Tua "Penyelamat" dari Konflik:
Jika ada konflik rutin antara anak dan salah satu orang tua, anak mungkin cenderung mencari perlindungan atau kenyamanan pada orang tua yang lain.
Contoh: Anak yang sering dimarahi Ayah, mungkin akan lebih mencari Ibu sebagai pelabuhan.
Meskipun kedekatan dengan salah satu orang tua itu normal, ada kalanya situasi ini bisa jadi "masalah" jika tidak dikelola dengan baik.
Tanda: Anak secara terang-terangan menolak, mengabaikan, atau tidak menghormati salah satu orang tua. Mereka mungkin berkata, "Aku benci Ayah/Ibu!", atau selalu merengek hanya pada satu pihak.
Dampak: Orang tua yang merasa dijauhi bisa jadi sakit hati, frustrasi, atau putus asa. Ini merusak ikatan dan bisa berdampak pada pola asuh.
Tanda: Salah satu orang tua cemburu atau merasa tidak adil karena anak lebih dekat dengan pasangannya. Ada perdebatan atau saling menyalahkan.
Dampak: Suasana rumah jadi tegang, anak bisa merasakan konflik orang tua.
Tanda: Orang tua yang dijauhi anak jadi merasa kesepian atau tidak berguna. Orang tua yang jadi "favorit" jadi kelelahan karena semua beban pengasuhan ada padanya.
Dampak: Burnout pada salah satu orang tua, atau masalah kesehatan mental.
Tanda: Anak belajar mencari celah. "Kalau Ibu gak kasih, aku minta Ayah aja." Mereka bisa jadi manipulatif karena tahu siapa yang lebih mudah menuruti keinginannya.
Dampak: Anak sulit disiplin, tidak patuh, dan tidak menghargai aturan.
Tanda: Jika anak hanya dekat dengan Ibu, dia mungkin kurang mendapatkan dorongan kemandirian atau keberanian dari Ayah. Jika hanya dekat dengan Ayah, mungkin kurang mendapatkan dukungan emosional dari Ibu.
Dampak: Perkembangan anak jadi tidak seimbang, kehilangan role model yang penting dari salah satu gender.
Ini adalah situasi ekstrem di mana salah satu orang tua secara sengaja dan sistematis menjelek-jelekkan atau mencuci otak anak agar membenci orang tua yang lain, terutama setelah perceraian.
Tanda: Anak menunjukkan kemarahan atau penolakan yang tidak beralasan pada salah satu orang tua, padahal dulu mereka dekat.
Dampak: Ini adalah bentuk pelecehan emosional pada anak dan sangat merusak kesehatan mental anak serta hubungan mereka dengan orang tua yang "dijauhkan".
Kunci utama adalah jangan panik, jangan cemburu, dan jangan membandingkan. Fokus pada membangun ikatan yang kuat dengan anak dan bekerja sama sebagai tim dengan pasangan.
Jangan Tersinggung atau Menghakimi Diri Sendiri: Ini bukan berarti Anda gagal. Ini adalah fase. Anak tetap sayang Anda.
Tingkatkan Kualitas Waktu Bersama:
Fokus 100%: Luangkan waktu khusus, meskipun hanya 15-30 menit setiap hari, fokus hanya pada anak. Matikan gadget, TV, dan semua gangguan.
Ikuti Minat Anak: Ajak anak melakukan hal yang mereka sukai (main game, baca buku, mewarnai, main bola). Jangan paksakan minat Anda.
Momen Ritual: Ciptakan ritual kecil yang hanya Anda dan anak yang lakukan (misal: bacakan cerita sebelum tidur, snack time berdua, jogging pagi).
Tingkatkan Ketersediaan Emosional:
Dengarkan Aktif: Ketika anak bicara, dengarkan sepenuh hati tanpa memotong atau menghakimi. Validasi perasaannya.
Ajak Bicara Ringan: Jangan langsung membahas masalah. Mulai dengan obrolan ringan: "Gimana sekolah tadi, Nak?"
Tunjukkan Empati: "Ayah tahu kamu sedih/marah/senang."
Berikan Pujian Spesifik: Puji usaha anak atau perilaku baik mereka.
Tingkatkan Ketersediaan Fisik: Jika Anda sering sibuk, cari cara untuk lebih sering ada di rumah saat anak terjaga.
Bekerja Sama dengan Pasangan (yang "Favorit"):
Minta pasangan untuk mendukung Anda. Misalnya, "Nak, coba Ayah/Ibu bantu kamu ya." Atau "Coba kamu tanya Ayah/Ibu, dia lebih jago di sini."
Pasangan yang "favorit" bisa membantu "mengarahkan" anak untuk berinteraksi lebih banyak dengan Anda.
Jangan Membandingkan Diri dengan Pasangan: Setiap orang tua punya kekuatan unik. Anda punya cara Anda sendiri untuk terhubung dengan anak.
Sabar dan Konsisten: Proses ini butuh waktu. Teruslah berusaha dengan sabar dan konsisten. Ikatan akan terbangun seiring waktu.
Jangan Memanfaatkan Situasi: Jangan menggunakan kedekatan ini untuk "menang" dalam konflik dengan pasangan, atau menjelek-jelekkan pasangan di depan anak. Ini sangat merusak anak.
Dukung Hubungan Anak dengan Pasangan Anda:
Secara verbal, dorong anak untuk berinteraksi dengan orang tua yang lain. "Ayahmu/Ibumu kangen tuh. Coba kamu telepon Ayah/Ibu." "Nanti kalau ada kesulitan ini, coba tanya Ayah/Ibu, dia jago di situ."
Fasilitasi waktu berkualitas antara anak dan orang tua yang lain. Beri mereka ruang berdua.
Berbagi Informasi: Beri update kepada pasangan Anda tentang perkembangan anak, masalah di sekolah, atau hal-hal menarik yang terjadi.
Pastikan Konsistensi Aturan & Disiplin: Jangan sampai kedekatan Anda membuat Anda jadi terlalu permisif. Bekerja sama dengan pasangan Anda untuk menerapkan aturan dan konsekuensi yang konsisten. Anak butuh batasan dari kedua orang tuanya.
Komunikasikan Kebutuhan Anda: Jika Anda merasa kelelahan karena semua beban pengasuhan ada pada Anda, komunikasikan dengan pasangan Anda. Minta mereka untuk terlibat lebih aktif.
Prioritaskan Kesejahteraan Anak: Ingat bahwa anak membutuhkan kedua orang tuanya untuk tumbuh seimbang.
Komunikasi Terbuka & Jujur Antar Pasangan: Bicarakan secara terbuka dan jujur tentang perasaan Anda berdua terkait kedekatan anak dengan salah satu pihak. Jangan dipendam.
Pahami & Hormati Peran Masing-masing: Sadari bahwa setiap orang tua membawa kekuatan unik. Ayah sering jadi figur petualangan, Ibu pelabuhan emosional.
Ciptakan Momen Keluarga Bersama: Lakukan aktivitas yang melibatkan Anda berdua dan anak (misal: piknik, family game night, nonton film bareng).
Dukung Satu Sama Lain di Depan Anak: Selalu tunjukkan "front bersatu" di depan anak. Jangan saling mengkritik atau menyalahkan. Jika ada ketidaksepakatan, diskusikan empat mata.
Jangan Membandingkan Anak: Anak bisa merasa tidak nyaman jika dibanding-bandingkan dengan saudaranya.
Cari Bantuan Profesional (Jika Perlu): Jika situasi ini memicu konflik serius antar pasangan, atau anak menunjukkan masalah perilaku yang signifikan, jangan ragu mencari konselor pernikahan atau psikolog anak.
Fenomena ketika anak lebih dekat dengan salah satu orang tua itu memang bagian dari realita pengasuhan. Ini dia yang mungkin Anda hadapi dan bagaimana menghadapinya dengan harapan:
Ini adalah emosi wajar yang mungkin muncul pada orang tua yang merasa kurang dekat.
Harapan: Validasi perasaan Anda sendiri. Sadari bahwa cinta anak itu tidak terbatas dan tidak harus dibagi rata. Fokus pada membangun ikatan yang unik dengan anak Anda.
Beberapa anak mungkin sulit terbuka dengan orang tua tertentu.
Harapan: Sabar dan konsisten. Terus tawarkan diri Anda, ikuti minat mereka, dan berikan ruang yang aman. Jangan memaksakan. Ikatan akan terbangun seiring waktu.
Anak bisa belajar memanfaatkan perbedaan kedekatan ini.
Harapan: Kompak dengan pasangan. Terapkan aturan dan konsekuensi yang konsisten dari kedua belah pihak. Jangan biarkan anak memanipulasi situasi.
Orang tua yang jadi "favorit" mungkin merasa kelelahan karena semua beban ada padanya.
Harapan: Komunikasikan kebutuhan Anda dengan pasangan. Minta mereka untuk lebih aktif terlibat. Delegasikan tugas.
Kedekatan anak dengan salah satu orang tua bisa berubah seiring waktu dan tahap perkembangan anak.
Harapan: Nikmati setiap fase. Teruslah berinvestasi waktu dan emosi pada anak.
Setiap orang tua memiliki kelebihan unik. Ayah membawa perspektif maskulin, Ibu feminin. Keduanya sama pentingnya.
Harapan: Hargai dan manfaatkan kelebihan masing-masing. Rayakan kontribusi unik Anda dalam hidup anak.
Di tahun 2025 ini dan seterusnya, pemahaman tentang hubungan anak-orang tua akan makin kompleks dan mendalam.
Masyarakat akan makin menghargai keterlibatan aktif kedua orang tua, baik Ayah maupun Ibu, dalam pengasuhan anak.
Tidak hanya kehadiran fisik, tapi kehadiran emosional (mendengar, memvalidasi, mendukung) akan makin ditekankan sebagai kunci ikatan yang kuat.
Online course dan webinar akan makin banyak yang membahas dinamika hubungan anak dengan masing-masing orang tua, tips mengatasi cemburu, dan cara membangun ikatan.
Video call dan aplikasi komunikasi akan makin membantu orang tua yang berjauhan menjaga kedekatan emosional dengan anak.
Keluarga akan lebih terbuka untuk mencari bantuan konselor jika ada masalah hubungan yang kompleks (misal: anak menolak salah satu orang tua).
Secara keseluruhan, masa depan hubungan anak-orang tua adalah tentang membangun ikatan yang kuat dan seimbang, menghargai peran unik setiap orang tua, dan memastikan anak merasa dicintai oleh keduanya.
Ketika anak lebih dekat dengan salah satu orang tua, itu adalah normal, bukan selalu masalah. Ini adalah bagian alami dari perkembangan hubungan. Kuncinya bukan memaksa anak untuk seimbang, melainkan memahami alasan di baliknya, mengenali sinyal yang perlu diwaspadai, dan kemudian mencari solusi terbaik agar anak tetap tumbuh seimbang dan bahagia, serta hubungan keluarga tetap harmonis.
Untuk orang tua yang merasa "kurang favorit", kuncinya adalah sabar, konsisten meningkatkan kualitas waktu dan ketersediaan emosional, dan jangan membandingkan. Untuk orang tua yang jadi "favorit", kuncinya adalah mendukung hubungan anak dengan pasangan Anda, menjaga konsistensi aturan, dan tidak memanfaatkan situasi. Untuk kedua orang tua, kuncinya adalah komunikasi terbuka, kerja sama sebagai tim, dan fokus pada kesejahteraan anak.
Jadi, kalau Anda saat ini sedang menghadapi situasi di mana anak lebih dekat dengan salah satu orang tua, jangan panik atau cemburu. Pelajari tips dari ardi-media.com ini, bicarakan dengan pasangan, dan jika perlu, carilah bantuan dari konselor keluarga. Masa depan anak Anda yang cerdas, tangguh, dan bahagia dengan cinta dari kedua belah pihak, ada di tangan Anda.
Image Source: Unsplash, Inc.