Bagi setiap pendiri brand baru, ada satu momen yang penuh dengan adrenalin dan kegelisahan: produk sudah siap, visi sudah jelas, semangat sedang membara, namun satu pertanyaan fundamental muncul ke permukaan, "Di mana saya harus mulai berjualan?". Di lanskap digital Indonesia tahun 2025 yang begitu dinamis, pertanyaan ini mengarah pada dua jalur utama yang tampak sama-sama menjanjikan namun sangat berbeda secara fundamental.
Di satu sisi, ada jalan tol yang ramai dan sudah mapan: dunia Marketplace. Ini adalah kerajaan dari raksasa seperti Tokopedia, Shopee, Lazada, dan Blibli. Sebuah ekosistem yang terstruktur, penuh dengan jutaan pengunjung yang siap berbelanja, dan didukung oleh infrastruktur yang kokoh.
Di sisi lain, ada sebuah festival yang hidup, penuh warna, dan terus bergerak: dunia Social Commerce. Ini adalah arena permainan dari TikTok Shop dan Instagram Shopping, di mana perdagangan terjadi di tengah-tengah hiburan, interaksi, dan penceritaan. Sebuah ekosistem di mana audiens datang untuk mencari koneksi, bukan sekadar barang.
Bagi sebuah brand baru yang baru menjejakkan kaki, memilih jalur pertama untuk melangkah adalah sebuah keputusan strategis yang krusial. Ini bukan sekadar pilihan platform, tetapi pilihan model bisnis, pendekatan pemasaran, dan cara Anda akan membangun hubungan dengan pelanggan pertama Anda. Memilih jalan yang salah bisa berarti menghabiskan sumber daya yang berharga tanpa hasil, sementara memilih jalan yang tepat dapat menjadi landasan peluncuran yang kuat menuju kesuksesan. Artikel ini tidak akan memberikan satu jawaban mutlak, melainkan akan menyajikan sebuah analisis perbandingan yang mendalam untuk membantu Anda, sebagai pendiri brand baru, membuat keputusan yang paling cerdas.
Bedah Tuntas Ekosistem Marketplace: Menumpang di Supermall Raksasa
Bayangkan Marketplace sebagai sebuah supermall digital terbesar di Indonesia. Jutaan orang datang setiap hari dengan satu tujuan yang jelas: berbelanja. Membuka toko di sini berarti Anda langsung mendapatkan akses ke keramaian tersebut. Anda tidak perlu membangun gedung sendiri dari nol; Anda hanya perlu menyewa satu kios, menata produk Anda, dan berharap pengunjung mal mampir.
Perjalanan Pelanggan: Didorong oleh Niat Membeli yang Tinggi Perilaku pengguna di marketplace sangatlah transaksional. Mereka datang dengan niat membeli yang sudah terbentuk (high purchase intent). Mereka membuka aplikasi dan mengetikkan kata kunci spesifik di bilah pencarian: "sepatu lari pria ukuran 42", "panci anti lengket diameter 24 cm", atau "kopi arabika Gayo 250 gram". Tugas Anda sebagai penjual adalah muncul di hasil pencarian tersebut dan meyakinkan mereka bahwa produk Anda adalah pilihan terbaik di antara yang lain. Perjalanan di sini didorong oleh pencarian, perbandingan harga, dan ulasan.
Kelebihan Marketplace untuk Brand Baru:
Akses Instan ke Lalu Lintas Pengunjung: Ini adalah keuntungan terbesar. Anda tidak perlu pusing memikirkan bagaimana cara mendatangkan pengunjung. Marketplace sudah menyediakannya untuk Anda. Tugas Anda adalah mengubah pengunjung tersebut menjadi pembeli.
Infrastruktur Siap Pakai: Sebagai brand baru, Anda tidak perlu repot membangun sistem pembayaran yang rumit, menegosiasikan kontrak dengan berbagai perusahaan logistik, atau mengembangkan sistem ulasan pelanggan. Semuanya sudah disediakan oleh platform. Ini secara drastis menurunkan hambatan teknis untuk mulai berjualan.
Kredibilitas Bawaan: Pelanggan mungkin belum pernah mendengar tentang brand Anda, tetapi mereka percaya pada Tokopedia atau Shopee. Dengan menjual di platform tepercaya, brand Anda secara tidak langsung ikut terangkat kredibilitasnya. Ini mengurangi keraguan di benak pembeli pertama.
Alat Promosi Internal: Anda dapat memanfaatkan momentum dari kampanye besar-besaran yang dibuat oleh marketplace (seperti promo tanggal kembar 11.11, Harbolnas, atau Waktu Indonesia Belanja) untuk meningkatkan visibilitas tanpa harus membuat kampanye sendiri dari nol.
Kelemahan Marketplace untuk Brand Baru:
Perang Harga yang Brutal: Di dalam "supermall" ini, kios Anda akan bersebelahan langsung dengan puluhan, bahkan ratusan, kompetitor yang menjual produk serupa. Dalam lingkungan seperti ini, faktor pembeda yang paling mudah dilihat oleh konsumen adalah harga. Ini seringkali memaksa brand baru untuk menekan margin keuntungan demi bisa bersaing, sebuah pertarungan yang sangat sulit.
Branding yang Sangat Terbatas: Anda tidak bisa membangun pengalaman brand yang unik. Halaman toko Anda harus mengikuti templat yang disediakan oleh marketplace. Warna, tata letak, dan nuansa secara keseluruhan didikte oleh platform, bukan oleh Anda. Sangat sulit untuk menceritakan kisah di balik brand Anda atau membangun koneksi emosional yang mendalam.
Tidak Ada Kepemilikan Data Pelanggan: Ini adalah kerugian jangka panjang yang sangat signifikan. Pelanggan yang membeli dari Anda pada dasarnya adalah pelanggan marketplace. Anda tidak mendapatkan akses ke email atau nomor telepon mereka. Ini membuat Anda sangat sulit untuk melakukan pemasaran lanjutan (retargeting), membangun daftar pelanggan, atau berkomunikasi langsung dengan mereka untuk membangun loyalitas.
Ketergantungan Tinggi dan Biaya "Siluman": Bisnis Anda sepenuhnya bergantung pada kebijakan marketplace. Perubahan algoritma pencarian, kenaikan biaya admin, atau perubahan aturan dapat secara langsung memengaruhi bisnis Anda tanpa bisa Anda kontrol. Selain biaya komisi per penjualan, ada juga biaya untuk iklan internal, biaya keikutsertaan kampanye, dan lainnya yang dapat menggerus keuntungan Anda.
Bedah Tuntas Ekosistem Social Commerce: Membangun Butik di Tengah Festival
Bayangkan Social Commerce sebagai sebuah festival budaya atau konser musik yang ramai. Orang-orang datang ke sini untuk mencari hiburan, melihat tren terbaru, dan berinteraksi dengan komunitas mereka. Mereka tidak datang dengan niat utama untuk berbelanja. Namun, di tengah-tengah festival tersebut, Anda membuka sebuah butik pop-up yang sangat menarik. Tugas Anda adalah membuat mereka berhenti, terpesona oleh cerita Anda, dan akhirnya melakukan pembelian impulsif karena mereka jatuh cinta pada apa yang Anda tawarkan.
Perjalanan Pelanggan: Didorong oleh Penemuan dan Hiburan Perilaku pengguna di platform seperti TikTok dan Instagram didorong oleh penemuan (discovery) dan hiburan. Mereka menjelajahi FYP atau Reels untuk melihat konten yang menarik. Penjualan terjadi ketika sebuah konten berhasil mengubah perhatian pasif menjadi minat aktif. Perjalanan di sini bersifat relasional dan didorong oleh konten. Mereka membeli bukan karena mereka mencari, tetapi karena mereka terinspirasi.
Kelebihan Social Commerce untuk Brand Baru:
Kemampuan Membangun Cerita dan Identitas Brand: Ini adalah kekuatan super dari social commerce. Anda memiliki kebebasan penuh untuk menceritakan kisah di balik brand Anda. Melalui video, gambar, dan sesi live, Anda bisa menunjukkan proses pembuatan, memperkenalkan tim Anda, dan berbagi nilai-nilai yang Anda anut. Anda menjual narasi dan emosi, bukan hanya produk.
Biaya Awal yang Sangat Rendah: Memulai TikTok Shop atau Instagram Shopping pada dasarnya gratis. Hambatan finansial untuk masuk sangat rendah. Fokus utama Anda adalah pada investasi waktu dan kreativitas untuk membuat konten yang menarik.
Interaksi Langsung dan Pembangunan Komunitas: Anda dapat berkomunikasi langsung dengan calon pelanggan melalui kolom komentar, DM, dan sesi live. Anda bisa menjawab pertanyaan mereka, mendengarkan masukan mereka, dan membangun sekelompok penggemar pertama yang loyal. Hubungan ini adalah aset yang tak ternilai.
Potensi Viralitas Organik: Sebuah video kreatif yang dibuat dengan anggaran nol memiliki potensi untuk ditonton oleh jutaan orang secara organik. Ini adalah tingkat jangkauan yang hampir mustahil dicapai di marketplace tanpa biaya iklan yang sangat besar. Viralitas memberikan kesempatan bagi brand baru untuk ditemukan dalam semalam.
Kelemahan Social Commerce untuk Brand Baru:
Harus Membangun Audiens dari Nol: Tidak seperti marketplace, tidak ada lalu lintas pengunjung yang menunggu Anda. Anda memulai dari nol pengikut. Anda harus bekerja keras dan konsisten membuat konten berkualitas untuk menarik perhatian dan membangun audiens Anda sendiri. Ini membutuhkan waktu, kesabaran, dan strategi konten yang matang.
Niat Beli Awal yang Lebih Rendah: Karena pengguna datang untuk hiburan, Anda harus berusaha lebih keras untuk mengubah pola pikir mereka dari "menonton" menjadi "membeli". Konten Anda harus sangat persuasif dan alur pembeliannya harus sangat mulus.
Infrastruktur yang Terkadang Kurang Matang: Meskipun terus berkembang, fitur-fitur back-end untuk manajemen pesanan, logistik, atau layanan pelanggan di platform social commerce terkadang belum sekuat dan sekokoh yang ditawarkan oleh marketplace yang sudah berpengalaman puluhan tahun.
Tuntutan untuk Selalu Kreatif: Di social commerce, konten adalah segalanya. Anda pada dasarnya harus menjadi sebuah perusahaan media kecil. Tuntutan untuk terus-menerus menghasilkan ide-ide baru dan mengikuti tren bisa sangat melelahkan bagi tim yang kecil.
Kerangka Keputusan: Faktor Kunci untuk Dipertimbangkan Brand Baru
Setelah memahami kedua ekosistem, bagaimana cara Anda memilih? Keputusan yang tepat bergantung pada introspeksi yang jujur terhadap empat faktor kunci dari brand Anda.
1. Sifat dan Jenis Produk Anda
Produk Komoditas vs. Produk Bercerita: Jika Anda menjual produk yang lebih bersifat komoditas (misalnya, kabel data, casing ponsel generik, atau baterai), di mana konsumen lebih fokus pada harga dan spesifikasi, sifat transaksional dan berbasis pencarian dari Marketplace mungkin lebih cocok. Namun, jika Anda menjual produk yang memiliki cerita unik, desain orisinal, nilai etis, atau membutuhkan edukasi (misalnya, perhiasan buatan tangan, produk perawatan kulit organik, atau makanan fungsional), maka Social Commerce adalah panggung terbaik untuk menceritakan kisah tersebut.
2. Modal dan Sumber Daya yang Anda Miliki
Modal Waktu vs. Modal Finansial: Ini adalah pertanyaan krusial. Apakah Anda memiliki lebih banyak waktu luang atau lebih banyak modal uang? Social Commerce membutuhkan investasi waktu yang sangat besar untuk membuat konten, berinteraksi, dan membangun komunitas secara organik. Di sisi lain, pertumbuhan di Marketplace dapat dipercepat dengan investasi finansial untuk beriklan di dalam platform dan mengikuti kampanye berbayar.
3. Tujuan Jangka Panjang Brand Anda
Penjualan Cepat vs. Pembangunan Aset Jangka Panjang: Apa prioritas utama Anda saat ini? Jika Anda membutuhkan arus kas secepat mungkin dan tujuan Anda adalah validasi pasar melalui volume penjualan, Marketplace menawarkan jalan yang lebih cepat. Namun, jika tujuan utama Anda adalah membangun sebuah brand yang kuat dengan ekuitas, komunitas yang loyal, dan hubungan pelanggan yang Anda miliki sepenuhnya, maka memulai di Social Commerce adalah investasi untuk membangun aset jangka panjang.
4. Target Audiens Spesifik Anda
Di Mana Mereka "Nongkrong"?: Lakukan riset sederhana tentang target demografi Anda. Apakah mereka adalah tipe "pemburu diskon" yang secara aktif membandingkan harga di aplikasi marketplace? Ataukah mereka adalah "penemu tren" yang menghabiskan waktu berjam-jam menjelajahi konten di TikTok dan Instagram untuk mencari inspirasi? Hadirlah di tempat di mana audiens Anda paling nyaman untuk ditemukan.
Pendekatan Hibrida: Mengapa Tidak Memanfaatkan Keduanya?
Bagi banyak brand, pilihan "satu atau yang lain" mungkin bukanlah pendekatan yang paling optimal. Strategi jangka panjang yang paling cerdas seringkali melibatkan pendekatan hibrida atau bertahap.
Sebuah brand baru dapat memulai perjalanannya di Social Commerce. Fokuskan 6-12 bulan pertama untuk membangun fondasi: menceritakan kisah brand, mengidentifikasi proposisi nilai unik, dan membangun sekelompok kecil penggemar pertama yang sangat loyal (early adopters). Setelah Anda memiliki bukti konsep, produk yang tervalidasi, dan sebuah komunitas inti, Anda kemudian dapat berekspansi ke Marketplace.
Dalam model ini, kedua kanal saling melengkapi. Anda menggunakan Social Commerce sebagai corong pemasaran teratas (top of the funnel) untuk membangun brand love dan mengedukasi pasar. Kemudian, Anda bisa mengarahkan audiens yang sudah "panas" dan teredukasi untuk melakukan transaksi di toko Marketplace Anda, memanfaatkan infrastruktur pembayaran dan logistik mereka yang andal.
Pada akhirnya, tidak ada satu jawaban yang benar untuk semua brand. Pilihan antara Marketplace dan Social Commerce bermuara pada satu perbedaan fundamental:
Marketplace adalah tentang menemukan dan melayani permintaan yang sudah ada.
Social Commerce adalah tentang menciptakan permintaan baru melalui inspirasi dan cerita.
Bagi sebuah brand baru di tahun 2025, yang seringkali tidak memiliki nama besar tetapi memiliki cerita yang kuat, memulai dari tempat di mana cerita tersebut dapat diceritakan dengan paling lantang adalah langkah yang paling logis. Oleh karena itu, Social Commerce seringkali menjadi titik awal yang lebih strategis untuk membangun fondasi brand yang otentik. Setelah fondasi itu kokoh, Marketplace dapat menjadi kanal yang kuat untuk mencapai skala dan efisiensi.
Pilihan pertama Anda akan menentukan lintasan awal dari perjalanan brand Anda. Pilihlah dengan bijak, bukan berdasarkan apa yang dilakukan semua orang, tetapi berdasarkan apa yang paling sesuai dengan produk, sumber daya, dan ambisi unik Anda. Memahami lanskap yang kompleks ini adalah langkah pertama yang krusial.
Image Source: Unsplash, Inc.