Teknologi blockchain selama ini identik dengan kripto dan transaksi keuangan digital. Namun, di tahun 2025, pendekatan ini berkembang pesat ke berbagai sektor lain yang lebih luas dan berdampak langsung pada masyarakat. Dua sektor vital yang mulai menjajaki potensi blockchain adalah pendidikan dan kesehatan—dua bidang yang sangat membutuhkan keamanan data, transparansi, dan efisiensi proses.
Indonesia sebagai negara dengan populasi besar dan tantangan infrastruktur digital yang kompleks, menghadapi banyak masalah dalam pengelolaan data pendidikan dan kesehatan. Mulai dari ijazah palsu hingga rekam medis yang tidak sinkron antar fasilitas kesehatan. Lalu, apakah blockchain bisa menjadi solusi?
Artikel ini akan mengulas secara mendalam peluang serta tantangan penggunaan blockchain untuk pendidikan dan kesehatan di Indonesia, dan apakah penerapannya benar-benar memungkinkan dalam waktu dekat.
Blockchain adalah teknologi pencatatan digital yang bersifat terdesentralisasi. Data disimpan dalam bentuk blok yang saling terhubung dan diamankan dengan kriptografi. Ketika data ditambahkan ke dalam blockchain, informasi tersebut tidak bisa diubah atau dihapus tanpa konsensus dari semua pihak dalam jaringan.
Karakteristik utama blockchain mencakup:
Transparansi: Semua perubahan data dapat dilihat secara terbuka
Keamanan: Setiap blok terlindungi oleh enkripsi kriptografi yang kuat.
Desentralisasi: Tidak ada satu pihak pun yang menguasai seluruh sistem.
Fitur-fitur inilah yang membuat blockchain mulai dilirik untuk sektor yang sangat bergantung pada keabsahan dan keamanan data, seperti pendidikan dan layanan kesehatan.
Sektor pendidikan di Indonesia menghadapi banyak kendala administratif dan sistemik. Salah satunya adalah verifikasi ijazah dan sertifikasi yang lambat dan rentan manipulasi.
Dengan blockchain, ijazah dan sertifikat akademik dapat diterbitkan secara digital dan tidak bisa dipalsukan. Sertifikat ini akan memiliki hash unik yang dapat diverifikasi langsung oleh perusahaan, instansi, atau lembaga pendidikan lainnya. Proses ini akan memangkas waktu validasi dokumen dan mengurangi beban administratif.
Contoh kasus: jika seorang kandidat menyatakan dirinya lulusan universitas X, maka pihak HR hanya perlu memindai kode sertifikat digital yang terhubung ke blockchain untuk memverifikasi keasliannya.
Blockchain juga memungkinkan pencatatan lengkap riwayat pendidikan seseorang, mulai dari pendidikan dasar hingga pelatihan profesional. Semuanya terekam secara permanen dan dapat diakses kapan saja. Portofolio ini tidak hanya mencakup nilai akademik, tetapi juga sertifikasi nonformal, keterampilan, proyek, dan prestasi lainnya.
Untuk pendidikan daring, blockchain memungkinkan penciptaan sistem insentif berupa token digital. Siswa yang menyelesaikan modul atau mencapai nilai tertentu bisa mendapatkan token yang dapat ditukar dengan akses kursus lanjutan, fasilitas tambahan, atau bahkan bantuan biaya pendidikan.
Beberapa institusi dunia telah mengimplementasikan blockchain untuk pendidikan:
MIT (Massachusetts Institute of Technology) sejak 2017 telah menerbitkan ijazah digital berbasis blockchain.
University of Nicosia di Siprus adalah salah satu pelopor yang menerapkan blockchain secara menyeluruh untuk sertifikasi akademik.
Kementerian Pendidikan Malaysia menggunakan teknologi e-Scroll berbasis blockchain untuk mencegah pemalsuan ijazah di tingkat nasional.
Hingga kini, implementasi blockchain di pendidikan Indonesia masih dalam tahap eksplorasi. Beberapa startup edtech mulai merancang sistem berbasis blockchain, namun belum ada kebijakan pemerintah yang mengadopsi teknologi ini secara nasional. Padahal, menurut OECD Education Outlook 2024, Indonesia adalah salah satu negara yang paling membutuhkan sistem verifikasi akademik yang efisien dan terpercaya.
Di sektor kesehatan, masalah utama terletak pada fragmentasi data medis, sistem pencatatan manual, serta lemahnya perlindungan terhadap informasi sensitif pasien.
Teknologi blockchain dapat merevolusi cara kita menyimpan dan mengelola data kesehatan.
Blockchain memungkinkan rekam medis pasien disimpan secara terdistribusi dan tidak bergantung pada satu server pusat. Hanya pihak berwenang yang memiliki akses, seperti dokter, rumah sakit, atau pasien itu sendiri. Hal ini menghindari duplikasi, kehilangan data, atau ketergantungan pada satu sistem.
Dengan sistem ini, pasien dapat mengakses semua riwayat medisnya dengan mudah, termasuk hasil laboratorium, resep, dan riwayat perawatan, meski berpindah-pindah fasilitas kesehatan.
Blockchain menawarkan tingkat keamanan tinggi karena semua data dienkripsi dan hanya dapat diakses dengan persetujuan. Setiap perubahan yang dilakukan pada data tercatat dan tidak dapat dihapus, menciptakan sistem yang aman dari manipulasi.
Blockchain dapat digunakan untuk memantau distribusi obat mulai dari produsen, distributor, apotek, hingga pasien. Ini mencegah peredaran obat palsu dan memastikan pasien menerima obat yang sesuai dan tepat waktu.
Walaupun menjanjikan, adopsi teknologi blockchain di sektor pendidikan dan kesehatan Indonesia masih menghadapi sejumlah hambatan besar.
Penggunaan blockchain sangat bergantung pada internet yang stabil. Di wilayah 3T (Tertinggal, Terdepan, Terluar), konektivitas masih menjadi kendala. Jika sinkronisasi data tidak lancar, efektivitas sistem blockchain akan berkurang.
Masih banyak tenaga pendidik, tenaga medis, dan bahkan pembuat kebijakan yang belum memahami teknologi blockchain secara utuh. Ini menyebabkan keraguan dan resistensi dalam penerapannya.
Hingga pertengahan 2025, belum ada regulasi khusus yang mengatur implementasi blockchain di sektor publik Indonesia. Tanpa kepastian hukum, startup dan institusi pendidikan atau kesehatan enggan mengembangkan sistem berbasis teknologi ini.
Meskipun belum masif, ada beberapa langkah konkret yang bisa dilakukan untuk memulai integrasi blockchain di Indonesia:
Beberapa universitas negeri dan rumah sakit rujukan nasional dapat memulai proyek uji coba sistem blockchain, baik untuk sertifikasi akademik maupun manajemen rekam medis digital. Keberhasilan proyek percontohan ini dapat dijadikan rujukan nasional.
Kemitraan publik-swasta dapat menjadi kunci. Kementerian seperti Kemendikbudristek dan Kementerian Kesehatan dapat bekerja sama dengan startup lokal untuk menciptakan solusi yang sesuai dengan kebutuhan nasional.
Mengikuti jejak OJK dalam industri fintech, pemerintah bisa membuat sandbox regulasi untuk blockchain, memberi ruang bagi inovator untuk bereksperimen di bawah pengawasan negara.
Menjawab pertanyaan awal, “Mungkinkah?”, maka jawabannya adalah mungkin, bahkan perlu, meski bukan tanpa tantangan. Indonesia memiliki modal besar berupa jumlah pengguna internet yang tinggi, semangat digitalisasi pemerintah, serta ekosistem startup yang berkembang cepat.
Dengan pendekatan bertahap dan dukungan regulasi yang progresif, blockchain bisa menjadi solusi bagi masalah kronis di sektor pendidikan dan kesehatan. Teknologi ini bukan hanya tren, tapi alat nyata yang mampu menciptakan sistem yang lebih adil, transparan, dan terpercaya.
Blockchain menghadirkan paradigma baru dalam pengelolaan data publik. Di sektor pendidikan, ia menjamin keaslian ijazah dan mencatat riwayat pembelajaran secara utuh. Di bidang kesehatan, ia menyatukan rekam medis dalam satu sistem yang aman, transparan, dan mudah diakses.
Indonesia sudah waktunya mengadopsi teknologi ini secara bijak dan bertahap. Jangan sampai tantangan birokrasi dan ketertinggalan infrastruktur membuat kita kehilangan peluang besar untuk membangun sistem pendidikan dan kesehatan yang lebih kuat dan modern.
Image Source: Unsplash, Inc.