Bayangkan sebuah masa depan di mana kita tidak perlu lagi mencari colokan, membawa power bank, atau cemas saat muncul peringatan “baterai lemah”. Sebuah dunia di mana gadget yang kita gunakan dapat terus aktif tanpa pernah perlu diisi ulang dayanya. Meskipun terdengar seperti mimpi futuristik, teknologi menuju arah tersebut semakin nyata, dan tahun 2025 menjadi momentum penting bagi kemajuan perangkat elektronik tanpa baterai.
Konsep gadget tanpa baterai kini bukan lagi sekadar teori dalam jurnal ilmiah. Sejumlah riset, prototipe, bahkan produk komersial mulai membuktikan bahwa teknologi ini bukan mustahil. Dengan pendekatan baru terhadap pemanfaatan energi, perangkat elektronik bisa mengandalkan sumber energi alternatif seperti cahaya, panas tubuh, atau gelombang radio. Namun, seberapa dekat kita sebenarnya dengan era bebas charging?
Dalam artikel ini, kita akan mengulas teknologi di balik perangkat tanpa baterai, aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari, potensi di Indonesia, serta hambatan yang masih perlu diatasi sebelum kita benar-benar bisa mengucapkan selamat tinggal pada charger.
Gadget tanpa baterai adalah perangkat elektronik yang tidak mengandalkan baterai konvensional seperti lithium-ion sebagai sumber energinya. Sebagai gantinya, perangkat ini memanfaatkan proses energy harvesting atau panen energi — yaitu teknik mengumpulkan energi dari lingkungan sekitar untuk menjalankan fungsinya.
Beberapa sumber energi yang digunakan dalam gadget tanpa baterai meliputi:
Gelombang radio: energi dipanen dari sinyal Wi-Fi, TV, atau jaringan seluler di sekitar.
Cahaya: menggunakan panel surya mini untuk memanfaatkan cahaya matahari atau lampu indoor.
Gerakan fisik: getaran, tekanan, atau gerak tubuh diubah menjadi energi menggunakan teknologi piezoelektrik.
Perbedaan suhu: teknologi thermoelectric memanfaatkan panas tubuh atau udara sekitar untuk menghasilkan listrik.
Jika sebelumnya teknologi ini hanya digunakan dalam perangkat sederhana seperti kalkulator bertenaga surya, kini aplikasinya meluas hingga perangkat pintar, wearable, hingga Internet of Things (IoT).
Energy harvesting adalah inti dari semua perangkat tanpa baterai. Dengan memanfaatkan energi yang sudah tersedia di lingkungan, seperti cahaya atau gelombang elektromagnetik, perangkat dapat menghasilkan listrik tanpa harus menyimpan daya secara konvensional.
Beberapa contoh teknologi energy harvesting:
RF harvesting: menangkap energi dari sinyal radio di udara.
Photovoltaic mini: sel surya skala kecil untuk perangkat wearable atau sensor.
Piezoelectric: mengubah tekanan atau getaran (misalnya dari langkah kaki) menjadi listrik.
Thermoelectric: memanfaatkan perbedaan suhu antara kulit manusia dan udara.
Agar energy harvesting dapat digunakan secara efisien, perangkat harus mampu bekerja dengan daya yang sangat rendah. Oleh karena itu, chip dan sensor generasi baru dirancang agar dapat berfungsi dengan konsumsi daya mikro-watt atau bahkan nano-watt. Contohnya adalah prosesor dari Ambiq Micro yang menggunakan arsitektur subthreshold — mampu beroperasi dengan konsumsi energi sangat rendah.
Perangkat tanpa baterai tidak bisa mengandalkan Wi-Fi atau Bluetooth biasa karena boros energi. Sebagai alternatif, digunakan protokol komunikasi hemat daya seperti Zigbee, LoRa, dan bahkan backscatter communication, yaitu metode mengirimkan data dengan memantulkan sinyal yang sudah ada.
Perusahaan seperti Everactive di Amerika Serikat mengembangkan sensor industri yang berjalan tanpa baterai, cukup dari perbedaan suhu dan getaran. Sensor ini digunakan dalam pengawasan mesin pabrik secara real-time.
Sementara itu, EnOcean dari Jerman menyediakan sensor pintar untuk rumah yang sepenuhnya bebas baterai. Sensor ini mengandalkan cahaya atau tekanan fisik, seperti saklar yang menghasilkan energi dari sentuhan.
Produk seperti Citizen Eco-Drive dan Seiko Kinetic telah lama menerapkan konsep ini. Jam tangan ini menggunakan cahaya atau gerakan tangan sebagai sumber energi, memungkinkan perangkat tetap berjalan tanpa pengisian daya selama bertahun-tahun.
Peneliti dari Northwestern University (2024) mengembangkan perangkat nirkabel yang menempel di kulit untuk memantau suhu, detak jantung, dan hidrasi tanpa baterai. Energinya diperoleh dari panas tubuh dan gelombang radio di sekitarnya.
Meskipun masih dalam tahap awal, peneliti dari University of Washington telah menciptakan prototipe telepon tanpa baterai yang bisa menerima panggilan dengan energi dari sinyal radio dan cahaya. Ini menunjukkan bahwa meskipun belum siap secara komersial, konsep ini sangat mungkin untuk dikembangkan lebih lanjut.
Bagi Indonesia, perangkat tanpa baterai bisa membawa dampak besar dalam berbagai bidang:
Sensor yang tidak perlu diganti baterainya sangat cocok untuk lahan pertanian atau tambak yang terpencil. Perangkat ini bisa memantau kelembapan tanah, suhu air, atau kualitas udara secara real-time dengan biaya operasional rendah.
Jembatan, bendungan, atau bangunan penting bisa dilengkapi dengan sensor struktural tanpa baterai yang terus menerus memantau retakan, tekanan, atau kebocoran tanpa memerlukan pemeliharaan rutin.
Saklar lampu, alarm asap, dan sensor gerak tanpa baterai bisa mengurangi konsumsi listrik rumah tangga dan meminimalkan limbah elektronik, cocok untuk smart home berkelanjutan.
Daerah Terluar, Terdepan, dan Tertinggal yang kesulitan akses listrik bisa memanfaatkan perangkat ini untuk komunikasi, pendidikan, atau pemantauan kesehatan tanpa tergantung pada infrastruktur listrik.
Meski teknologi ini menjanjikan, jawabannya belum sepenuhnya ya. Gadget tanpa baterai saat ini paling cocok untuk perangkat berdaya rendah seperti sensor dan wearable. Untuk perangkat dengan konsumsi tinggi seperti laptop atau smartphone, baterai masih dibutuhkan — meskipun jumlah pengisian bisa dikurangi.
Pendekatan hybrid menjadi solusi antara. Gadget bisa menggunakan energi alternatif untuk memperpanjang daya tahan, atau hanya perlu diisi ulang sesekali. Selain itu, teknologi ultra-fast charging dan baterai solid-state juga berkembang pesat sebagai alternatif transisi menuju masa depan bebas charging total.
Energi yang dapat dipanen dari lingkungan sering kali kecil dan tidak stabil, sehingga membatasi kinerja perangkat yang membutuhkan daya lebih besar.
Jika perangkat bergantung pada cahaya atau panas, maka kinerjanya bisa terganggu di kondisi tertentu, seperti ruangan gelap atau lingkungan ekstrem.
Komponen untuk energy harvesting dan elektronik ultra-low power masih mahal dan sulit diproduksi massal, meskipun tren harga menurun.
Perangkat tanpa baterai membutuhkan dukungan standar industri dan kebijakan pemerintah, terutama dalam hal keamanan, frekuensi komunikasi, dan perlindungan data.
Dengan terus berkembangnya teknologi energy harvesting, low-power computing, dan komunikasi nirkabel efisien, masa depan bebas ngecas bukan sekadar imajinasi. Bahkan, dalam beberapa tahun mendatang, bukan tidak mungkin sebagian besar perangkat rumah, industri, hingga kesehatan akan berjalan tanpa perlu baterai besar.
Bagi Indonesia, ini menjadi peluang untuk mengejar ketertinggalan dalam teknologi ramah lingkungan dan menghadirkan solusi digital yang merata ke seluruh pelosok negeri.
Bayangkan dunia di mana tidak ada lagi kabel charger yang berserakan, tidak ada lagi baterai bocor, dan tidak ada lagi perangkat yang mati hanya karena kehabisan daya. Masa depan itu mungkin lebih dekat dari yang kita kira.
Gadget tanpa baterai bukan sekadar inovasi teknis, melainkan sebuah revolusi dalam cara kita merancang dan menggunakan perangkat elektronik. Dengan memanfaatkan energi dari lingkungan sekitar, kita bisa menciptakan perangkat yang hemat daya, ramah lingkungan, dan rendah perawatan.
Meskipun belum semua perangkat bisa sepenuhnya lepas dari baterai hari ini, arah pengembangan teknologi sangat jelas: kita menuju era di mana charger bukan lagi kebutuhan utama. Dan di dunia yang semakin sadar akan pentingnya efisiensi dan keberlanjutan, teknologi tanpa baterai bisa menjadi game-changer.
University of Washington. (2024). Battery-Free Cellphone Powered by Ambient Radio Signals. https://www.cs.washington.edu
EnOcean GmbH. (2025). Battery-Free IoT Devices for Smart Homes. https://www.enocean.com
IEEE Spectrum. (2024). Energy Harvesting: The Future of Battery-Free Electronics. https://spectrum.ieee.org
Ambiq Micro. (2025). Subthreshold Computing and Ultra Low Power Chips. https://ambiq.com
Northwestern University News. (2024). Skin-Mounted Health Sensors with Zero Batteries
Image Source: Unsplash, Inc.