Dalam dunia startup yang serba cepat dan kompetitif, kecepatan dalam mengembangkan produk serta kemampuan untuk berinovasi tanpa keterbatasan teknis menjadi keunggulan penting. Salah satu pendekatan yang kini semakin populer di kalangan startup adalah penggunaan teknologi low code dan no code. Teknologi ini memungkinkan pengembangan aplikasi yang lebih cepat, hemat biaya, dan dapat diakses oleh pengguna non-teknis. Artikel ini membahas secara menyeluruh tentang apa itu low code dan no code, perbedaannya, serta alasan mengapa teknologi ini menjadi pilihan utama bagi banyak startup di tahun 2025.
Secara garis besar, low code dan no code adalah platform pengembangan aplikasi berbasis antarmuka visual yang meminimalkan atau menghilangkan kebutuhan akan pemrograman manual.
Low Code
Low code adalah pendekatan pengembangan aplikasi yang memanfaatkan alat visual seperti drag-and-drop, namun tetap memungkinkan penulisan kode untuk fungsi yang lebih kompleks. Platform ini sangat cocok bagi pengembang profesional yang ingin mempercepat proses pengembangan sambil mempertahankan fleksibilitas untuk melakukan kustomisasi lanjutan.
No Code
Berbeda dengan low code, platform no code dirancang untuk benar-benar menghilangkan kebutuhan penulisan kode. Pengguna dapat membuat aplikasi melalui proses klik dan konfigurasi sederhana. No code ditujukan untuk pengguna non-teknis seperti manajer bisnis, staf pemasaran, hingga pelaku usaha kecil yang ingin membuat aplikasi internal atau prototipe tanpa keterlibatan tim IT.
1. Pengembangan Lebih Cepat
Startup sering kali bekerja dengan timeline yang ketat untuk menguji dan merilis produk baru. Dengan low code/no code, pengembangan Minimum Viable Product (MVP) bisa dilakukan hanya dalam hitungan hari hingga minggu, jauh lebih cepat dibanding metode konvensional.
2. Efisiensi Biaya
Mempekerjakan tim pengembang penuh waktu sangat mahal, terutama bagi startup tahap awal. Dengan platform ini, biaya pengembangan dapat ditekan secara signifikan karena sebagian besar pekerjaan bisa dilakukan oleh tim internal tanpa keterampilan pemrograman.
3. Akses untuk Tim Non-Teknis
Low code dan no code memungkinkan tim non-teknis untuk terlibat dalam proses pengembangan. Hal ini mendorong kolaborasi lintas fungsi dan mempercepat proses inovasi karena ide dapat diwujudkan tanpa bergantung pada tim IT.
4. Skalabilitas dan Fleksibilitas
Platform low code biasanya menawarkan kemampuan integrasi dengan API eksternal, sistem ERP, CRM, hingga alat analitik. Hal ini memberikan fleksibilitas bagi startup untuk menyesuaikan dan mengembangkan aplikasinya seiring dengan pertumbuhan bisnis.
5. Responsif Terhadap Perubahan Pasar
Dalam dunia digital yang dinamis, kemampuan untuk merespons tren atau kebutuhan pasar secara cepat adalah keuntungan kompetitif. Teknologi ini memungkinkan eksperimen cepat tanpa harus menginvestasikan banyak waktu dan sumber daya.
6. Mendukung Kolaborasi
Dengan alat yang mudah digunakan oleh berbagai departemen, ide dari divisi seperti pemasaran atau operasional bisa langsung diterjemahkan ke dalam bentuk aplikasi. Kolaborasi yang lebih erat ini mempercepat proses validasi dan eksekusi ide.
Menurut laporan dari Forrester dan Gartner, adopsi teknologi low code diperkirakan akan meningkat pesat hingga tahun 2030. Gartner memperkirakan bahwa pada 2025, lebih dari 70% aplikasi baru akan dikembangkan menggunakan teknologi low code atau no code. Bahkan, perusahaan besar seperti Microsoft, Google, dan Salesforce telah meluncurkan platform mereka sendiri seperti Power Apps, AppSheet, dan Salesforce Lightning untuk mendukung tren ini.
Di Indonesia, beberapa startup seperti Mekari dan Sirclo mulai mengadopsi platform low code/no code untuk mempercepat pengembangan sistem internal mereka. Selain itu, penyedia platform lokal seperti iSystem Asia mulai menawarkan solusi no code berbasis cloud untuk UMKM dan startup.
Meski menawarkan berbagai keunggulan, penggunaan teknologi ini tidak tanpa tantangan:
Keterbatasan Fungsionalitas: Untuk aplikasi dengan kebutuhan sangat kompleks, platform no code bisa jadi terlalu terbatas.
Ketergantungan pada Vendor: Banyak platform low code/no code berbasis cloud yang membuat startup bergantung pada penyedia layanan tersebut.
Isu Keamanan dan Kepemilikan Data: Penggunaan platform pihak ketiga dapat menimbulkan kekhawatiran terkait privasi dan keamanan data.
Untuk mengatasi batasan di atas, beberapa strategi dapat diterapkan:
Gabungan Strategi Low Code dan Pengembangan Tradisional: Gunakan low code untuk prototipe dan sistem internal, lalu gunakan pengembangan tradisional untuk aplikasi publik atau sistem kritikal.
Pilih Platform Terpercaya: Startup perlu memilih platform yang telah memiliki sertifikasi keamanan dan reputasi baik di pasar.
Pelatihan dan Dokumentasi Internal: Menyusun SOP dan dokumentasi internal agar penggunaan teknologi ini tetap efisien dan aman.
Teknologi low code dan no code menjadi alternatif penting dalam pengembangan aplikasi modern, khususnya bagi startup yang harus bergerak cepat dan efisien. Dengan memberikan akses kepada tim non-teknis, menghemat biaya, dan mempercepat proses inovasi, teknologi ini mendorong transformasi digital yang lebih inklusif dan responsif.
Walaupun ada tantangan seperti keterbatasan teknis dan ketergantungan pada platform pihak ketiga, manfaat yang ditawarkan jauh lebih besar, terutama jika digunakan dengan strategi yang tepat. Maka tidak mengherankan jika low code dan no code akan terus menjadi bagian penting dari ekosistem startup di Indonesia dan dunia di tahun-tahun mendatang.
Image Source: Unsplash, Inc.