Tahun ini, dunia pemasaran digital menghadapi babak baru dengan kehadiran teknologi kecerdasan buatan yang semakin canggih. Salah satu inovasi paling menonjol adalah munculnya AI Influencer dan Virtual Brand Ambassador. Inovasi ini bukan sekadar tren sesaat, melainkan refleksi dari transformasi menyeluruh dalam cara brand membangun relasi dengan konsumennya. Di era ketika kecepatan, konsistensi, dan efisiensi menjadi kunci utama, pendekatan promosi berbasis AI menjadi solusi yang semakin relevan.
AI Influencer adalah figur digital yang dikembangkan dengan bantuan kecerdasan buatan, teknologi visual seperti animasi 3D, dan algoritma data. Mereka dirancang untuk meniru manusia dalam hal penampilan, perilaku, dan komunikasi, namun dengan keunggulan berupa kontrol penuh atas konten dan perilaku yang mereka tampilkan. Tokoh ini dapat hadir di berbagai platform digital tanpa dibatasi oleh waktu, tempat, atau kebutuhan logistik seperti influencer manusia.
Sementara itu, Virtual Brand Ambassador merupakan representasi digital dari sebuah brand yang berfungsi untuk menyampaikan pesan, nilai, dan identitas perusahaan secara konsisten. Mereka bisa hadir di situs web, media sosial, atau bahkan dunia metaverse, berinteraksi secara langsung maupun tidak langsung dengan audiens.
Kedua entitas ini sama-sama menawarkan kelebihan utama: kendali penuh oleh brand, tidak terpengaruh oleh isu personal, dan dapat disesuaikan dengan cepat mengikuti tren pasar yang dinamis.
Seiring meningkatnya ketergantungan masyarakat terhadap dunia digital, strategi pemasaran pun harus berevolusi. Berikut beberapa alasan utama mengapa AI influencer dan virtual ambassador menjadi pilihan yang masuk akal bagi banyak brand:
Dengan tokoh digital, brand dapat mengontrol setiap aspek mulai dari tone of voice, visual, hingga narasi yang dibawa. Tidak ada risiko penyimpangan dari nilai inti perusahaan akibat perilaku atau opini pribadi seperti yang kerap terjadi pada influencer manusia.
Kampanye dengan AI influencer mengurangi biaya produksi seperti perjalanan, sesi pemotretan, atau kontrak endorsement yang mahal. Semua konten dapat diproduksi secara digital, bahkan otomatisasi konten bisa berjalan tanpa henti selama 24 jam.
Karena tidak dibatasi bahasa atau lokasi fisik, figur virtual bisa langsung diadaptasi untuk berbagai wilayah geografis. Dengan teknologi natural language processing (NLP), mereka bahkan bisa berbicara dalam banyak bahasa.
Dengan integrasi data konsumen, AI influencer mampu menyampaikan pesan yang dipersonalisasi berdasarkan perilaku, minat, hingga riwayat interaksi audiens. Ini memungkinkan promosi yang terasa lebih relevan dan menarik bagi setiap individu.
Agar strategi berbasis AI benar-benar memberikan hasil optimal, perusahaan perlu menerapkan pendekatan yang tepat. Berikut beberapa strategi kunci yang telah terbukti efektif:
Tokoh digital harus dikembangkan dengan persona yang relatable. Ini mencakup visual yang menarik, kepribadian yang sesuai dengan target market, serta gaya komunikasi yang mampu membangun koneksi emosional.
Sebagai contoh, jika target pasar adalah Gen Z, maka tokoh digital perlu memiliki karakteristik yang playful, ekspresif, dan aktif di platform seperti TikTok atau Instagram.
Meski AI menawarkan efisiensi, elemen human touch tetap penting. Strategi hybrid yang menggabungkan AI dengan influencer manusia bisa meningkatkan rasa otentik. Kolaborasi ini dapat menciptakan narasi yang lebih dinamis dan mencerminkan keseimbangan antara teknologi dan emosi manusia.
Teknologi seperti augmented reality (AR) dan virtual reality (VR) dapat digunakan untuk menghadirkan pengalaman interaktif. Kampanye berbasis cerita (storytelling) yang dibangun dalam dunia virtual atau metaverse dapat meningkatkan keterlibatan konsumen dengan brand secara mendalam.
Pemantauan kampanye secara real-time memungkinkan brand untuk segera mengidentifikasi konten yang efektif dan yang perlu dioptimalkan. Tools analytics dapat memberikan insight mengenai performa seperti jumlah penayangan, durasi interaksi, hingga tingkat konversi dari konten yang dipublikasikan oleh AI influencer.
Walaupun menjanjikan, penggunaan teknologi ini juga menimbulkan beberapa pertanyaan penting yang perlu dijawab oleh para pelaku industri:
Beberapa audiens masih merasa kurang percaya terhadap tokoh yang tidak nyata. Dalam kasus ini, transparansi menjadi penting. Brand perlu menjelaskan bahwa tokoh tersebut adalah hasil kreasi digital agar tidak menyesatkan konsumen.
Untuk personalisasi, AI memerlukan data konsumen. Penggunaan data ini harus tunduk pada regulasi seperti GDPR atau UU Perlindungan Data Pribadi di berbagai negara. Brand harus menjamin keamanan data dan memberikan kontrol kepada pengguna terkait data mereka.
Penggunaan deepfake dan manipulasi digital bisa memunculkan isu etis, terutama jika digunakan untuk mempengaruhi opini publik atau menciptakan konten yang tidak bertanggung jawab. Oleh karena itu, regulasi dan pengawasan terhadap penggunaan teknologi ini perlu diperketat.
Beberapa brand internasional telah berhasil mengintegrasikan tokoh virtual dalam strategi mereka. Contohnya, Lil Miquela, AI influencer dari Amerika Serikat, telah bekerja sama dengan brand ternama seperti Calvin Klein, Prada, dan Samsung. Tokoh ini memiliki jutaan pengikut dan berperan aktif dalam kampanye sosial.
Brand Jepang seperti Imma juga menghadirkan persona virtual yang tampil di event fashion global. Tokoh ini dirancang dengan sangat realistis dan aktif mempromosikan gaya hidup serta teknologi melalui akun media sosialnya.
Di Indonesia sendiri, mulai muncul upaya dari agensi kreatif dan brand besar untuk bereksperimen dengan tokoh digital, meskipun skalanya belum sebesar di negara maju.
Melihat tren saat ini, dapat diprediksi bahwa peran AI influencer akan semakin luas. Teknologi seperti generative AI (seperti yang digunakan oleh ChatGPT atau Sora by OpenAI), computer vision, dan synthetic media akan memungkinkan tokoh digital untuk berperan dalam berbagai sektor, tidak hanya promosi tetapi juga pendidikan, pelayanan pelanggan, hingga hiburan.
Brand yang mampu memanfaatkan teknologi ini lebih awal akan mendapatkan keunggulan kompetitif. Mereka bisa menurunkan biaya, meningkatkan engagement, dan membangun identitas digital yang kuat di tengah persaingan pasar yang semakin kompleks.
AI Influencer dan Virtual Brand Ambassador bukan hanya fenomena teknologi, tetapi juga simbol pergeseran paradigma dalam dunia pemasaran. Di tengah dinamika digital yang terus berkembang, kehadiran tokoh digital ini menjadi solusi efektif untuk menjangkau konsumen secara personal, konsisten, dan efisien.
Meskipun masih terdapat tantangan dalam hal etika, regulasi, dan keaslian, pendekatan yang transparan dan strategis akan memungkinkan brand memanfaatkan potensi teknologi ini secara maksimal. Bagi perusahaan yang ingin tetap relevan di tahun 2025 dan seterusnya, inilah saatnya untuk mengeksplorasi dan berinvestasi dalam teknologi AI sebagai bagian dari transformasi pemasaran digital mereka.
Sumber Referensi :
Metricool (2024). Virtual Influencers & AI Influencers 2025. Diakses dari: https://metricool.com/ai-virtual-influencers/
Ranktracker (2024). AI Marketing Trends in 2025. Diakses dari: https://www.ranktracker.com/blog/ai-marketing-trends/
Publish.co.id (2024). Tren Influencer Marketing 2025. Diakses pada 22 November 2024.
Image Source: IMDb