Dalam beberapa tahun terakhir, dunia digital marketing telah mengalami perubahan drastis. Salah satu perubahan paling signifikan adalah penghapusan cookie pihak ketiga, yang selama ini menjadi tulang punggung dalam strategi pemasaran digital berbasis data. Langkah ini sejalan dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya privasi data serta hadirnya regulasi yang semakin ketat di tingkat global dan lokal.
Pada tahun 2025, dunia telah memasuki era post-cookie secara penuh. Artinya, para pemasar digital tidak lagi dapat bergantung pada pelacakan lintas situs untuk memahami perilaku konsumen dan menargetkan iklan secara spesifik. Artikel ini akan mengupas secara menyeluruh bagaimana perubahan ini memengaruhi strategi digital marketing, tantangan yang muncul, serta solusi dan pendekatan baru yang dapat digunakan untuk menjaga efektivitas kampanye tanpa harus melanggar privasi pengguna.
Selama dua dekade terakhir, cookie pihak ketiga digunakan oleh banyak perusahaan untuk melacak aktivitas pengguna di berbagai situs web. Dengan data tersebut, pemasar bisa menayangkan iklan secara personal, mengukur efektivitas kampanye, dan mengoptimalkan konversi. Namun, cara ini semakin dipertanyakan seiring meningkatnya kesadaran tentang bagaimana data pengguna dikumpulkan dan digunakan tanpa persetujuan eksplisit.
Regulasi global seperti General Data Protection Regulation (GDPR) dari Uni Eropa dan Peraturan Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) di Indonesia telah mendorong penghapusan cookie pihak ketiga sebagai langkah menuju ekosistem digital yang lebih etis dan transparan. Raksasa teknologi seperti Google dan Apple juga ikut mengambil bagian dengan membatasi atau menghapus dukungan terhadap cookie pihak ketiga di browser mereka, seperti Chrome dan Safari.
Sumber: CNBC Indonesia – Google Hapus Cookie Pihak Ketiga di Chrome
Penghapusan cookie pihak ketiga membawa dampak besar pada strategi digital marketing, terutama dalam aspek berikut:
Sebelumnya, pemasar bisa mengakses data lintas situs untuk memahami minat dan kebiasaan pengguna. Tanpa cookie pihak ketiga, data semacam itu tidak lagi tersedia, sehingga proses segmentasi audiens menjadi lebih sulit.
Iklan yang selama ini bersifat sangat personal kini harus bergeser menjadi lebih kontekstual atau berbasis data internal (first-party). Hal ini bisa menyebabkan penurunan efektivitas kampanye jika tidak ditangani dengan strategi baru yang tepat.
Tanpa pelacakan lintas situs, perusahaan kesulitan mengidentifikasi konversi yang terjadi dari berbagai platform. Akibatnya, pemasar harus mencari metode lain untuk mengukur keberhasilan kampanye secara akurat.
Platform seperti Google, Facebook, dan Amazon memiliki data first-party yang sangat kuat dan kini semakin mendominasi pasar periklanan digital. Ketergantungan pada platform semacam ini bisa membatasi kontrol dan fleksibilitas pemasar.
Menghadapi perubahan ini, para pemasar digital harus merancang strategi yang tidak hanya adaptif tetapi juga etis dan berbasis data yang sah. Berikut beberapa pendekatan yang terbukti efektif:
Data first-party adalah informasi yang diperoleh langsung dari interaksi pengguna dengan platform yang dimiliki brand, seperti website, aplikasi, atau email marketing. Data ini meliputi:
Aktivitas pembelian
Waktu kunjungan
Preferensi produk
Interaksi konten
Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mengumpulkan data first-party secara optimal:
Bangun program loyalitas pelanggan
Tawarkan konten eksklusif dengan sistem registrasi
Gunakan formulir survei untuk mengumpulkan preferensi pengguna
Contextual advertising adalah metode penayangan iklan berdasarkan konteks konten yang sedang dikonsumsi pengguna, bukan berdasarkan histori perilaku. Misalnya, iklan produk elektronik ditampilkan di situs yang membahas ulasan teknologi.
Strategi ini dinilai lebih menghormati privasi pengguna karena tidak melibatkan pelacakan lintas situs. Selain itu, relevansi konten tetap bisa dijaga tanpa harus menyinggung privasi audiens.
AI dan machine learning memungkinkan pemasar untuk mengolah data internal secara cerdas dan prediktif. Dengan teknologi ini, perusahaan bisa:
Mengidentifikasi pola perilaku pengguna dari data website
Menyesuaikan penawaran produk secara otomatis
Mengelola rekomendasi konten yang sesuai dengan minat pengguna
Meskipun data yang digunakan lebih terbatas, pemrosesan yang cerdas dapat menggantikan kebutuhan akan data pihak ketiga.
Karena strategi marketing kini lebih bergantung pada interaksi langsung, penting bagi brand untuk membangun hubungan yang kuat dan autentik dengan konsumennya. Beberapa cara yang bisa dilakukan:
Gunakan storytelling dalam konten marketing
Kembangkan email marketing yang personal dan relevan
Aktif berinteraksi melalui media sosial dengan pendekatan yang empatik
Interaksi yang otentik dapat meningkatkan loyalitas, memperpanjang siklus hidup pelanggan, dan menghasilkan data yang lebih akurat.
Di era ini, menjaga reputasi brand melalui kepatuhan terhadap hukum privasi menjadi sangat krusial. Pastikan bahwa:
Website Anda menyediakan pilihan consent yang jelas dan transparan
Kebijakan privasi diperbarui dan mudah dimengerti
Data pengguna disimpan dan diproses dengan aman
Langkah-langkah ini tidak hanya memastikan kepatuhan hukum, tetapi juga membangun kepercayaan konsumen dalam jangka panjang.
Beberapa perusahaan telah berhasil mengadopsi strategi post-cookie secara efektif. Misalnya, sebuah e-commerce lokal di Indonesia membangun program loyalitas yang mengintegrasikan pembelian, review produk, dan newsletter. Hasilnya, mereka mampu memperoleh data yang kaya tanpa perlu bergantung pada pelacakan eksternal.
Di sisi lain, perusahaan media digital mulai beralih ke strategi iklan kontekstual yang dipadukan dengan penawaran konten premium. Ini memungkinkan monetisasi tetap berjalan tanpa mengorbankan pengalaman pengguna atau melanggar kebijakan privasi.
Perubahan ini hanyalah awal. Di masa depan, strategi digital marketing akan semakin bergantung pada ekosistem yang transparan, berbasis konsen, dan didukung teknologi yang cerdas. Beberapa tren yang diprediksi akan berkembang lebih jauh pada 2025 dan seterusnya meliputi:
Zero-party data: Data yang secara sukarela diberikan pengguna, seperti preferensi atau niat pembelian
Federated Learning: Teknologi yang memungkinkan pembelajaran model AI tanpa memindahkan data pribadi ke server pusat
Data Clean Rooms: Platform aman untuk menggabungkan data dari berbagai pihak tanpa mengungkapkan informasi pengguna
Era post-cookie menandai babak baru dalam dunia digital marketing. Ketergantungan terhadap data pihak ketiga kini harus digantikan dengan pendekatan yang lebih etis, transparan, dan berbasis data internal yang sah. Dengan mengedepankan first-party data, contextual marketing, teknologi AI, serta menjaga kepatuhan privasi, perusahaan dapat tetap relevan dan kompetitif di tengah lanskap yang terus berubah.
Adaptasi bukan lagi pilihan, melainkan keharusan. Mereka yang mampu merancang strategi baru dengan cepat, memanfaatkan data yang mereka miliki secara bijak, dan menjaga kepercayaan pelanggan akan menjadi pemimpin di era digital yang semakin kompleks. Maka dari itu, saatnya bagi setiap brand untuk tidak hanya bereaksi, tetapi juga berinovasi dalam menghadapi era post-cookie.
Image Source: IMDb