Di era digital yang serba cepat dan penuh dengan informasi, perhatian pengguna menjadi aset paling berharga. Setiap detik, ratusan bahkan ribuan konten bersaing untuk dilihat, diklik, atau dibaca. Dalam situasi ini, muncul satu pendekatan baru dalam dunia pemasaran digital yang dikenal sebagai zero-click content. Strategi ini dirancang untuk menyampaikan nilai, informasi, atau hiburan secara instan tanpa mengharuskan pengguna melakukan klik tambahan. Artikel ini akan membahas konsep, manfaat, tantangan, serta strategi dalam mengimplementasikan zero-click content secara komprehensif dan relevan di tahun 2025.
Zero-click content adalah konten yang memberikan informasi secara langsung di dalam platform tanpa mendorong pengguna untuk keluar dari halaman atau aplikasi tempat mereka berada. Konten ini bisa berupa teks, gambar, video pendek, infografis, carousel media sosial, thread microblog, dan lain-lain yang memungkinkan pengguna mendapatkan seluruh nilai informasi secara instan.
Contoh nyata zero-click content bisa ditemukan di:
Instagram carousel yang menyajikan tips atau informasi dalam beberapa slide.
Thread Twitter/X yang menyampaikan pengetahuan dalam urutan postingan.
Video pendek di TikTok atau Reels yang memberikan edukasi atau hiburan secara langsung.
Tujuannya adalah membuat audiens langsung memperoleh informasi tanpa harus membuka tautan, mengunduh file, atau berpindah aplikasi.
Tren digital marketing tahun 2025 menunjukkan peningkatan eksponensial pada konten-konten pendek yang mudah dikonsumsi. Berdasarkan laporan terbaru dari HubSpot dan Hootsuite:
Pengguna media sosial lebih suka konten instan: Mereka menghindari proses tambahan seperti klik tautan atau membaca artikel panjang.
Algoritma media sosial mengutamakan retensi dalam platform: Platform seperti Instagram, TikTok, dan LinkedIn memberi jangkauan lebih luas bagi konten yang membuat pengguna tetap berada di platform.
Meningkatkan engagement: Konten langsung dan informatif mendorong lebih banyak likes, komentar, dan share karena lebih mudah diakses.
Dengan kata lain, zero-click content memungkinkan brand tetap relevan di tengah perubahan algoritma dan preferensi audiens.
Setiap platform memiliki algoritma dan kebiasaan pengguna yang unik. Misalnya, LinkedIn lebih cocok untuk konten profesional dengan insight mendalam dalam bentuk carousel atau caption panjang, sementara TikTok mengandalkan storytelling video pendek dengan visual kuat.
Konten zero-click harus bisa menyampaikan pesan utama secara langsung dan ringkas. Gunakan bahasa yang mudah dipahami, hindari jargon teknis berlebihan, dan fokus pada manfaat yang relevan bagi audiens.
Gambar, ilustrasi, dan animasi dapat meningkatkan daya tarik konten dan memperjelas pesan. Visual juga memperbesar kemungkinan konten dibagikan oleh pengguna karena mudah dipahami dan menarik secara estetika.
Meskipun tujuannya bukan untuk mengarahkan klik, menambahkan CTA seperti "Bagikan pendapat Anda" atau "Simpan postingan ini untuk nanti" dapat mendorong interaksi lanjutan tanpa meninggalkan platform.
Zero-click content tetap harus mencerminkan identitas brand. Gunakan tone of voice, warna, dan gaya visual yang konsisten agar audiens mudah mengenali siapa pembuat kontennya.
Dengan konten yang tidak mengharuskan klik tambahan, pengguna lebih mudah mengakses informasi. Ini mendorong reaksi lebih cepat seperti like, komentar, dan share.
Konten yang membuat pengguna berlama-lama di platform cenderung mendapatkan peringkat lebih tinggi dalam algoritma distribusi, sehingga jangkauan organik meningkat.
Konten zero-click mampu menyampaikan nilai dalam waktu singkat. Ini sangat penting di era digital ketika perhatian pengguna terbatas hanya beberapa detik.
Meskipun tidak selalu ideal untuk konversi langsung, format ini sangat efektif untuk membangun kesadaran merek dan keterlibatan audiens.
Karena konten tidak mengarahkan pengguna ke website atau halaman produk, sulit untuk mengukur ROI secara langsung. Strategi ini lebih berfokus pada awareness dan engagement.
Konten harus singkat dan to the point. Ini membatasi ruang untuk menyampaikan informasi mendalam atau kompleks.
Agar tetap menarik dan bernilai, pembuat konten harus terus mengeksplorasi ide dan pendekatan baru. Konten harus tetap informatif sekaligus menghibur.
Karena sifatnya yang ringkas dan mudah dicerna, konten ini lebih mudah disalin atau ditiru tanpa atribusi. Brand harus cerdas dalam menjaga orisinalitas.
Beberapa brand besar seperti Duolingo, Canva, dan HubSpot telah mengadopsi strategi ini dengan sukses. Mereka menggunakan:
Instagram carousel berisi tutorial singkat.
Thread edukatif di Twitter/X.
Video TikTok yang mengajarkan strategi pemasaran atau desain secara praktis.
Contoh lokal lainnya bisa ditemukan pada akun LinkedIn tokoh profesional Indonesia yang membagikan insight karier, tips produktivitas, atau pengalaman kerja dalam format post panjang namun tidak mengarahkan ke website.
Lakukan audit konten dan identifikasi mana yang bisa diubah ke format zero-click.
Uji A/B berbagai format (carousel, video, thread) untuk mengetahui mana yang paling efektif.
Libatkan audiens melalui CTA interaktif tanpa tautan eksternal.
Evaluasi performa menggunakan metrik seperti impression, reach, save, dan share, bukan hanya klik.
Tingkatkan konsistensi dan jadwal publikasi untuk membangun ekspektasi dan loyalitas audiens.
Di tahun 2025 dan seterusnya, zero-click content bukan hanya tren sementara, tetapi bagian penting dari ekosistem pemasaran digital. Dengan memahami cara kerja platform dan perilaku pengguna, strategi ini akan membantu brand menjangkau audiens dengan cara yang lebih relevan dan efisien.
Dalam dunia di mana waktu adalah komoditas dan atensi semakin mahal, zero-click content menjawab tantangan dengan solusi yang cepat, informatif, dan mudah dicerna. Bagi pemasar, kreator, dan pemilik bisnis, inilah saat yang tepat untuk mulai mengadopsi pendekatan ini.
Sumber Referensi :
HubSpot: "The State of Marketing 2024"
Hootsuite: "Social Media Trends 2024"
Content Marketing Institute: "Zero-Click Content: What It Is and Why It Matters
Image Source: IMDb